Kayaknya keseruan Asian Games 2018 nggak abis-abis yah. Meski pun sudah ditutup tanngal 2 September 2018, rasanya susah buat move on dari keriaannya.
Selama 2 minggu lebih, Gelora Bung Karno, Venue Utama Asian Games 2018 jadi saksi gimana perhelatan empat tahunan ini menyatukan negara-negara di Asia lewat sebuah pesta olahraga yang meriah.
Tapi, tempat yang lebih kita kenal dengan sebutan GBK ini pernah menjadi saksi ketika Asian Games ke IV tahun 1962 untuk pertama kalinya digelar di Jakarta. Stadion yang dapat menampung hingga 120.000 penonton ini dibangun pada pertengahan tahun 1958.
Semenjak pembangunannya selesai pada tahun 1962, GBK langsung dipakai sebagai tempat berlangsungnya pesta olahraga yang cukup besar pada saat itu, selain Asian Games ke-4, ada juga GANEFO (Games of The New Emerging Forces) pertama di tahun 1963. Nggak cuma buat olahraga, stadion GBK juga sering dipakai sebagai acara politik.
Desain Unik Gagasan Bung Karno
Rancangan GBK nggak lepas dari andil besar Soekarno sendiri. Beliau terinspirasi megahnya Stadion Pusat di Lenin, Moskow. Soekarno pingin banget bikin stadion yang bisa melindungi semua penonton dari hujan dan panas. Mempunyai atap temu gelang (atap yang melingkar dan bersambung, mengikuti lintasan olahraga).
Ini membuat Stadion GBK mempunyai tampilan yang ritmis dan harmonis dalam kesatuan.
Keunikan yang khas juga dapat kita temukan pada pertemuan pilar-pilar tipis penyangga konstruksi. Untuk desain atapnya, Soekarno juga terinspirasi saat ia melihat air mancur di halaman Museo Antropologia de Mexico di Mexico City.
Pada realitanya pada saat itu, banyak arsitek yang geleng-geleng kepala begitu mendengar soal atap temu gelang yang agak-agak nggak lazim. Biasanya stadion dirancang dengan atap sebagian. Tapi Soekarno bersikeras dengan desain temu gelang.
Pembangunan GBK melibatkan sekitar 40 sarjana teknik dari Indonesia. Mereka memimpin sekitar 12.000 pekerja sipil serta militer yang bekerja selama tiga shift. Project ini didampingi secara langsung oleh tenaga asli dari Uni Soviet, Hungaria, Perancis, Jerman, dan Jepang.
Sempat Ganti Nama, Hingga kini Bangkit Kembali
Yang namanya Presiden pertama saat itu, ya bebas-bebas aja namainnya, Gelora Bung Karno dipilih untuk mengapresiasi Soekarno sendiri. Karena adanya tensi politik yang agak nggak santai saat peralihan dari Soekarno ke Soeharto, akhirnya stadion ini pun sempat berubah nama menjadi Stadion Utama Senayan, dan dikembalikan menjadi Gelora Bung Karno saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden.
Renovasi yang menelan biaya kurang lebih Rp 760 miliar bikin GBK makin kece. Meskipun tidak mengubah keaslian bangunan, Stadion GBK jadi makin terlihat modern dengan rumput standar FIFA terbaik jenis Zoysia Matrella, dilengkapi alat penyiram rumput otomatis dan sistem drainase yang nggak bikin banjir.
Kursinya di-upgrade dengan kursi-kursi baru berkualitas dari jenis single seat dan flip up, yang memenuhi standar aksesibilitas evakuasi. Tiap kursinya mampu menahan beban sampai 250 kg loh, biar nggak jadi korban vandalisme, kursi-kursi ini juga nggak gampang untuk dicopot.
Selain rumput dan kursi, system pencahayaan juga diganti dengan salah satu system pencahayaan terbaik di dunia dengan kekuatan sekitar 3.500 lux. Tapi karena menggunakan LED, konsumsi listriknya nggak boros kok, bahkan jadi 50% lebih hemat dengan kualitas pencahayaan 3 kali lebih baik. Yang kerennya lagi, system pencahayaan ini udah terintegrasi dengan sistem tata suara yang berkekuatan sampai 80ribu watt PMPO, makanya aman-aman-aman aja saat acara pembukaan dan penutupan Asian Games digelar.
Bangga dong jadi warga Indonesia yang punya stadion keren seperti Gelora Bung Karno. Yuk kita jaga dan rawat!
One comment